Ini tulisan lama yang saya coba posting disini karena masih sangat relevan dengan zaman sekarang. Terinspirasi dari ceramah alm. KH. Zainuddin MZ.
Hidup dizaman modernisasi, segalanya serba modern, membuat orang semakin tak tahu diri. Banyak yang rajin shalat tapi juga tekun maksiat, banyak yang gemar berdakwah tapi juga hobi untuk korupsi, banyak yang suka ngaji tapi lancer ngerumpi, banyak yang memakai jilbab tapi juga senang 'tak berbusana'.
Sehingga timbul sebuah realita mengalami jaman gila, serba sulit dalam pemikiran, ikut menggila tak tahan, kalau tidak ikut menggila tidak dapat bagian. Kenyataan inilah yang membuat manusia semakin terpukau dan terlena akan kelezatan dunia.
Semakin banyaknya model pakaian, termasuk jilbab, sebenarnya tidak lepas dari pengaruh era globanisasi dan pengaruh budaya barat yang kian hari kian tak terbendung, hal ini berasal dari :
Hal ini mereka lakukan bukan tanpa sebab, biasanya mereka yang suka melakukan hal ini dipicu oleh moral yang bobrok, juga cewek yang terlalu cantik untuk dilihat, atau ke**ksian yang ditonjolkan, bahkan kecentilan cewek yang dilihat.
Namun tidak sedikit diantara para cewek yang senang akan gelar-gelar tersebut. Kenapa? karena setiap mereka ingin tampil lebih, tapi itu bukan suatu ukuran untuk menjadi cantik dalam arti yang sesungguhnya.
Kecantikan dalam arti yang sesungguhnya tidak dapat dijual dengan menggadaikan kata-kata : **ksi, semok, bahenol, montok, dan lainnya. Cantik atau tidaknya seseorang tergantung oleh siapa dan dari sudut mana orang memandang dan menilainya.
Kecantikan itu dapat dinilai dari dua segi fisik dan psikis, mungkin suatu saat seseorang dapat mengatakan cantik kepada gadis yang dilihatnya karena wajahnya memang anggun, tapi, ketika suatu saat ia melihat gadis itu berprilaku kurang terpuji, bisa jadi kata cantik berubah menjadi kata kotor dan lain sebagainya.
Fenomena inilah yang banyak kita temukan saat ini, dimana seorang pria yang suka dengan seorang gadis akan mati-matian mengatakan bahwa gadis itu sangat cantik, sehingga kata “ sayang “ akan terus keluar dari mulutnya.
Setelah bersatu beberapa hari kata-kata itu masih terdengar, saat beranak satu mulai reda diganti oleh kata “ kau “, beranak dua tidak kedengaran sama sekali, hingga saat bebuat salah akan keluar kata-kata “ dasar perempuan ngurus anak aja gak becus “ dan begitulah seterusnya karena rasa yang dimunculkan bukan dari hati, tapi dari mata yang tak tertuju pada-Nya. Yang jadi soal “ Mengapa?”, jangan salahkan lelaki tapi, pikirkan kenapa jadi begini?. Maka kecantikan dan gaya pakaian yang katanya modis and funky, serta keterbukaan dan kebebasan adalah suatu petaka yang tidak datang di awal.
Perlu disadari bahwasanya zaman sekarang merupakan zaman bangkitnya kembali zaman jahiliyah, budaya tanpa busana yang pernah sukses pada masa sejarah jahiliyah kini mulai menjadi trend, dizaman globalisasi, zaman modern, sehingga kalau dikatakan zaman yang sudah maju, sepertinya kurang tepat, karena zaman sekarang ini merupakan titik awal dari kemunduran sebuah peradaban manusia.
Para mufassir berkata : “ Wanita jahiliyah tidak jauh berbeda dengan wanita zaman modern, mereka berlalu lalang dihadapan para lelaki dengan dada dan leher terbuka, dua lengannya terjulur tanpa busana, kadang badannya bergerak erotis atau rambutnya terurai hanya karena ingin mendapatkan perhatian dan simpati kaum lelaki.”.
Fenomena buka-buka dada dan aurat lainya dilakukan kebanyakan wanita dikarenakan ingin dibilang trendy, fungky, modis dan seterusnya serta memenuhi nafsu untuk ingin dilihat dan di sukai orang.
Sebenarnya banyak hal yang dapat dilakukan kalau ingin menarik simpati seorang lelaki dengan tidak mesti mengumbar aurat, karena kebanyakan lelaki termasuk yang bejat sekalipun tentu mengharapkan pasangan yang mendampingi hidupnya nanti seorang wanita baik-baik alias alim, cerdas, penuh pengertian dan seterusnya.
Fenomena yang tak kalah menariknya yang kita temukan saat ini adalah wanita yang berkerudung tapi terlihat seperti tak berbusana, maksudnya, berjilbab tapi pakaian yang dipakai tidak sesuai dengan jilbab seperti, ngetat, levis, jeans.
Sehingga ada istilah atas kerudung bawah warung. Maksudnya, warung adalah tempat untuk menjual aneka ragam keperluan orang, khususnya makanan dan minuman, siapapun boleh nongkrong, mampir dan menikmati hidangan yang dijual atau disuguhkan disana, kalau kepala hanya berkerudung tapi pakaian yang dikenakan tetap memperlihatkan lekak-lekuk tubuh, puser sering nongol, bak lauk yang dijajakan di warung sehingga tetap banyak mengundang orang untuk menikmatinya apakah itu tidak disebut “ Warung “.
Maka disini dalam islam juga ada batasanya, tapi ini tidak membuat orang terkekang tapi untuk melindungi diri dari kejahatan-kejahatan dunia, menurut Muhammad Nasiruddin Al-bani, ada delapan kriteria pakaian yang syar’i :
Hidup dizaman modernisasi, segalanya serba modern, membuat orang semakin tak tahu diri. Banyak yang rajin shalat tapi juga tekun maksiat, banyak yang gemar berdakwah tapi juga hobi untuk korupsi, banyak yang suka ngaji tapi lancer ngerumpi, banyak yang memakai jilbab tapi juga senang 'tak berbusana'.
Sehingga timbul sebuah realita mengalami jaman gila, serba sulit dalam pemikiran, ikut menggila tak tahan, kalau tidak ikut menggila tidak dapat bagian. Kenyataan inilah yang membuat manusia semakin terpukau dan terlena akan kelezatan dunia.
Semakin banyaknya model pakaian, termasuk jilbab, sebenarnya tidak lepas dari pengaruh era globanisasi dan pengaruh budaya barat yang kian hari kian tak terbendung, hal ini berasal dari :
- Maraknya tayangan televisi, VCD, bacaan-bacaan baik dari surat kabar, tabloid atau bacaan lainnya yang terlalu vulgar yang banyak berkiblat ke mode barat.
- Minimnnya pengetahuan terhadap nilai-nilai dan ajaran islam.
- Kegagalan fungsi dari keluarga dalam mengontrol perilaku, dan akhlak anak-anaknya,yang mana hal ini biasanya di sebabkan karena kurang pahamnya orang tua dengan ajaran agama, terlalu sibuknya orang tua sehingga perhatian ke si anak kurang
- Perancang busana atau desainer yang tidak memahami atau tidak mengindahkan ajaran islam.
Hal ini mereka lakukan bukan tanpa sebab, biasanya mereka yang suka melakukan hal ini dipicu oleh moral yang bobrok, juga cewek yang terlalu cantik untuk dilihat, atau ke**ksian yang ditonjolkan, bahkan kecentilan cewek yang dilihat.
Namun tidak sedikit diantara para cewek yang senang akan gelar-gelar tersebut. Kenapa? karena setiap mereka ingin tampil lebih, tapi itu bukan suatu ukuran untuk menjadi cantik dalam arti yang sesungguhnya.
Kecantikan dalam arti yang sesungguhnya tidak dapat dijual dengan menggadaikan kata-kata : **ksi, semok, bahenol, montok, dan lainnya. Cantik atau tidaknya seseorang tergantung oleh siapa dan dari sudut mana orang memandang dan menilainya.
Kecantikan itu dapat dinilai dari dua segi fisik dan psikis, mungkin suatu saat seseorang dapat mengatakan cantik kepada gadis yang dilihatnya karena wajahnya memang anggun, tapi, ketika suatu saat ia melihat gadis itu berprilaku kurang terpuji, bisa jadi kata cantik berubah menjadi kata kotor dan lain sebagainya.
Fenomena inilah yang banyak kita temukan saat ini, dimana seorang pria yang suka dengan seorang gadis akan mati-matian mengatakan bahwa gadis itu sangat cantik, sehingga kata “ sayang “ akan terus keluar dari mulutnya.
Setelah bersatu beberapa hari kata-kata itu masih terdengar, saat beranak satu mulai reda diganti oleh kata “ kau “, beranak dua tidak kedengaran sama sekali, hingga saat bebuat salah akan keluar kata-kata “ dasar perempuan ngurus anak aja gak becus “ dan begitulah seterusnya karena rasa yang dimunculkan bukan dari hati, tapi dari mata yang tak tertuju pada-Nya. Yang jadi soal “ Mengapa?”, jangan salahkan lelaki tapi, pikirkan kenapa jadi begini?. Maka kecantikan dan gaya pakaian yang katanya modis and funky, serta keterbukaan dan kebebasan adalah suatu petaka yang tidak datang di awal.
Perlu disadari bahwasanya zaman sekarang merupakan zaman bangkitnya kembali zaman jahiliyah, budaya tanpa busana yang pernah sukses pada masa sejarah jahiliyah kini mulai menjadi trend, dizaman globalisasi, zaman modern, sehingga kalau dikatakan zaman yang sudah maju, sepertinya kurang tepat, karena zaman sekarang ini merupakan titik awal dari kemunduran sebuah peradaban manusia.
Advertiser
Para mufassir berkata : “ Wanita jahiliyah tidak jauh berbeda dengan wanita zaman modern, mereka berlalu lalang dihadapan para lelaki dengan dada dan leher terbuka, dua lengannya terjulur tanpa busana, kadang badannya bergerak erotis atau rambutnya terurai hanya karena ingin mendapatkan perhatian dan simpati kaum lelaki.”.
Fenomena buka-buka dada dan aurat lainya dilakukan kebanyakan wanita dikarenakan ingin dibilang trendy, fungky, modis dan seterusnya serta memenuhi nafsu untuk ingin dilihat dan di sukai orang.
Dalam Al-Quran Allah berfirman bahwa ketika kamu sering melakukan perbuatan bejat yang dipicu oleh kelakuan yang suka buka-bukaan, maka hal itu akan sangat menipiskan perbedaan seorang manusia dengan binatang yang kebetulan suka mengumbar aurat dan hawa nafsunya.
Sebenarnya banyak hal yang dapat dilakukan kalau ingin menarik simpati seorang lelaki dengan tidak mesti mengumbar aurat, karena kebanyakan lelaki termasuk yang bejat sekalipun tentu mengharapkan pasangan yang mendampingi hidupnya nanti seorang wanita baik-baik alias alim, cerdas, penuh pengertian dan seterusnya.
Fenomena yang tak kalah menariknya yang kita temukan saat ini adalah wanita yang berkerudung tapi terlihat seperti tak berbusana, maksudnya, berjilbab tapi pakaian yang dipakai tidak sesuai dengan jilbab seperti, ngetat, levis, jeans.
Sehingga ada istilah atas kerudung bawah warung. Maksudnya, warung adalah tempat untuk menjual aneka ragam keperluan orang, khususnya makanan dan minuman, siapapun boleh nongkrong, mampir dan menikmati hidangan yang dijual atau disuguhkan disana, kalau kepala hanya berkerudung tapi pakaian yang dikenakan tetap memperlihatkan lekak-lekuk tubuh, puser sering nongol, bak lauk yang dijajakan di warung sehingga tetap banyak mengundang orang untuk menikmatinya apakah itu tidak disebut “ Warung “.
Maka disini dalam islam juga ada batasanya, tapi ini tidak membuat orang terkekang tapi untuk melindungi diri dari kejahatan-kejahatan dunia, menurut Muhammad Nasiruddin Al-bani, ada delapan kriteria pakaian yang syar’i :
- Harus menutupi kepala dan dada
- Tidak dijadikan sebagai hiasan saja
- Berpakaian yang tidak tembus pandang
- Tidak ngetat, yang memperlihatkan lekak-lekukk tubuh
- Tidak diberi wangi-wangian yang berlebihan
- Tidak menyerupai pakaian lelaki
- Tidak sama dengan pakaian perempuan kafir
- Tidak untuk dijadikan mencari popularitas seperti kebanyakan selebritis