Friday, 7 November 2014

Jangan Biarkan Kolom Agama Di KTP Dikosongkan

Sangat menarik rasanya mencermati permasalahan pengosongan kolom agama pada KTP. Masalah ini awalnya mencuat semasa kampanye pilpres lalu. Salah satu anggota tim sukses pasangan Jokowi-JK yang juga sebagai anggota PDIP Musda Mulia saat itu mengatakan bahwa akan menghapus kolom agama pada KTP jika memenangi pemilihan presiden.

“Saya setuju kalau kolom agama dihapuskan saja di KTP, dan Jokowi sudah mengatakan pada saya bahwa dia setuju kalau memang itu untuk kesejahteraan rakyat,” ujar Musda pada diskusi mengenai visi dan misi capres, bertajuk “Masa Depan Kebebasan Beragama dan Kelompok Minor di Indonesia”
Foto: Republika.Co.Id | Seorang warga adat dayak meratus 
menunjukkan KTP dengan kolom Agama kosong.
Namun hal tersebut dibantah oleh Sayap Islam PDIP Baitul Muslimin yang mengatakan bahwa pendapat tersebut adalah pendapat pribadi Musda Mulia yang terkenal dengan pemikiran liberalnya.

Jika semasa kampanye menggunakan kata 'dihapus' kini setelah memenangi pemilu diubah menjadi 'boleh dikosongkan'. Pernyataan ini sendiri disampaikan oleh Menteri Dalam Negeri yang merupakan kader PDIP yang juga diamini oleh wakil presiden Jusuf Kalla seperti di rilis okezone.com;

"Kalau dia agamanya bukan Islam, bukan Kristen, bukan Khatolik, bukan Budha, bukan Hindu, dan Khonghucu. Katakanlah dia Syiah, nah itu kosongkan saja. Atau agama apa lainnya, kepercayaan nah itu mesti kosong toh," ujar JK di Kantor Wakil Presiden.

Menurut hemat saya, pernyataan Mendagri dan Wakil presiden serta siapapun yang menyetujuinya adalah penyataan yang keblinger. Mengapa? 

Pertama, coba perhatikan baik-baik, memang Indonesia bukan negara Agama tapi bukan juga negara sekuler atau liberal. Indonesia adalah negara yang memegang teguh ideologi Pancasila. Sila pertama dari pancasila sila adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Artinya, setiap warga negara Indonesia yang hidup di Indonesia harus punya kepercayaan bahwa Tuhan itu Esa dan itu ditunjukkan dengan identitas Agama. Sila pertama ini sendiri dulunya berisi "Kewajiban Menjalankan Syariat Islam Bagi Pemeluk-Pemeluknya" namun karena sikap toleransi umat Islam di ubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Jadi, pengosongan kolom agama sama seperti mengutak-atik pancasila dan akhirnya kita menjadi negara plin-plan yang gak punya tujuan.

Kedua, Pengosongan kolom agama pada KTP hanya akan memunculkan sekte-sekte baru dalam aliran agama yang justru akan membuat masyarakat makin bimbang dan resah serta kehilangan Aqidah. Seperti contoh, dalam Islam tiba-tiba ada aliran Syiah Indonesia yang notabene sudah difatwakan Majelis Ulama Indonesia sebagai aliran sesat. Begitu juga halnya dengan Ahmadiyah Indonesia. Harusnya Pemerintah tidak mengakui aliran syiah dan membubarkannya karena tidak ada dalam undang-undang sebagai Agama yang diakui. Baca: Agama-Agama Yang Diakui di Indonesia.

Ketiga, pengosongan kolom agama hanya akan memunculkan atau menghidupkan aliran kepercayaan seperti syiah dan ahmadiyah. 

Keempat, jika pengosongan kolom agama terus berlanjut maka lama-lama pemerintah akan menghapus kolom agama secara perlahan-lahan sesuai dengan pernyataan Musda Mulia sebagai janji kampanye karena dianggap tidak bermanfaat dan beralasan di Indonesia kita hidup bebas, masing-masing punya hak-hak tersendiri. Ingat, hak hanya bisa ditunaikan setelah kewajiban dikerjakan. Artinya, jika ingin haknya dipenuhi maka manusia yang hidup di Indonesia harus ikut asas Undang-Undang dan Pancasila. Jika tidak mau, silahkan cari negara lain. 

Kelima, sadarlah bahwa asas mula pencantuman kolom agama di KTP bertujuan untuk melindungi kaum minoritas sekaligus mengatur tatanan sosial. Contoh kasus, terjadi kecelakaan yang merenggut nyawa, setelah beberapa hari tidak ada keluarga yang mengambil jasad korban, maka pihak berwenang bisa melakukan prosesi pemakaman yang sesuai dengan agama yang dianut korban dan itu bisa dilihat dari KTP. Contoh lainnya seperti di Aceh, Pemerintah Aceh menerapkan aturan hukum berdasarkan Syariat Islam. Dalam aturan tersebut setiap mulismah diwajibkan mengenakan jilbab. Dengan adanya pengaturan kolom agama maka pemeluk agama non-Islam tidak diwajibkan mengenakan jilbab. 

Maka solusinya, pengosongan kolom agama tidak boleh dibiarkan, jika yang bersangkutan adalah penganut kepercayaan tertentu, kembalikan saja kepada pokok agama yang dianut seperti syiah, pokok ajarannya adalah Islam, maka tulis Islam. Kenapa? karena syiah adalah penyesatan dari Islam dan orang sesat harus dikembalikan keasalnya atau dikembalikan kejalan yang benar. Lain halnya jika Syiah mendeklarasikan diri sebagai agama baru diluar Islam. Itu sah-sah saja. Namun saat ini, Syiah masih mengaku bagian dari Islam. Islam sesat pastinya.

Untuk pak wapres Yusuf Kalla yang memberikan pernyataan ""Katakanlah dia Syiah. Kosongkan saja!"" saddar pak, Syiah itu bukan agama, sementara yang diminta dalam penulisan KTP adalah AGAMA. Harusnya penyataan bapak berbunyi "Dia Syiah, Suruh Taubat!" Karena Syiah sudah di fatwa oleh MUI sebagai aliran sesat dalam Islam dan Bapak adalah seorang Muslim. 

Advertiser